Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Beretika
dalam berbisnis adalah suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku
bisnis. Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi bertujuan untuk mengatur
perilaku para angota dalam menjalankan praktek profesinya. Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan
nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan
prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan
kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang
diatur dalam kode etik profesi. Tanpa
etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita
harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari
bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal
ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
1. ETIKA BISNIS AKUNTAN PUBLIK
Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan
jasa yang dilakukan oleh profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan
Akuntan Publik (SPAP). Akuntan publik berjalan sesuai dengan SPAP karena
akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi, akuntansi dan review serta
jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi memerlukan etika
profesional karena organisasi profesi ini menyediakan jasa kepada masyarakat
untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan penelitian lebih
lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil
penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata
masyarakat umum terhadap mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka
organisasi profesional ini memerlukan standar tertentu sebagai pedoman dalam
menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu
sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007).
Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki
oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
a)
Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
b)
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukan komitmen atas professionalisme. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
c)
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
d)
Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota
bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas
mereka dalam berbagai situasi.
e)
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f)
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien
atau pemberi jasa berakhir.
g)
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
h)
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
2. TANGGUNG
JAWAB SOSIAL KANTOR AKUNTAN PUBLIK SEBAGAI ENTITAS BISNIS
Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi sosial
dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan
untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan secara jelas oleh Milton Friedman
yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan
sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba mengikuti aturan
main bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak seharusnya diwarnai dengan penipuan
dan kecurangan. Pada struktur utilitarian diperbolehkan melakukan aktivitas
untuk memenuhi kepentingan sendiri. Untuk memenuhi kepentingan pribadi, setiap
individu memiliki cara tersendiri yang berbeda dan terkadang saling berbenturan
satu sama lain. Menurut Smith, mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan
selama tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus
diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas
bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya,
pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial
kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab
sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan
gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap
altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama
akuntan publik dibanding mengejar laba.
3. KRISIS
DALAM PROFESI AKUNTANSI
Profesi akuntansi yang krisis bahayanya adalah
apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan yang salah, opini
dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan untuk akuntan akan
mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi audit yang
menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk
menyumbangkan hampir sia – sia penyalahgunaannya.
Perusahaan melakukan pengawasan terhadap
auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan intern,
keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data, dan fungsi pemasaran diantara
orang banyak.
Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat
menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu
jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan sebagai alat untuk membuat
keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai untuk make
decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku etis akan berpengaruh
terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan
memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan
pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku
etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi
karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit
juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak.
Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan
profesi akuntansinya.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
Akuntan, sebagai berikut:
a)
Berkaitan dengan earning management.
b)
Pemerikasaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi.
c)
Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk
menyusun laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
d)
Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan
pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan
laba.
e) Masalah
kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri
dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila
akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
4. REGULASI
DALAM RANGKA PENEGAKAN ETIKA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak etis
maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika
pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota
profesi maka hal tersebut perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku
masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan
secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian
besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen
akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan
publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan
pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita
biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering
diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut
sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat
melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan
dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI
periode 1990 s/d 1994 yaitu :
1)
Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik
yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan
akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar
pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres
ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode
etik saat ini.
2)
Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan
pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian
sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
3)
Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk
mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode
etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari
masyarakat luas.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya
organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan
penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku
profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode
etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan,
terutama akuntan publik. Kode etik IAI terdiri dari:
a) Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
b) Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
c)
Interpretasi Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika
tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
5. PEER
REVIEW
Peer review atau penelaahan sejawat (Bahasa
Indonesia) merupakan suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau
ide pengarang ilmiah oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang
melakukan penelaahan sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari (peer
reviewer). Proses ini dilakukan oleh editor atau penyunting untuk memilih dan
menyaring manuskrip yang dikirim serta dilakukan oleh badan pemberi dana untuk
memutuskan pemberian dana bantuan. Peer review ini bertujuan untuk membuat
pengarang memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar
keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer review
ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada berbagai bidang.
Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan, penipuan (fraud) dan
sebagainya yang dapat mengurangi reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang
terpercaya.
Cntoh Kasus :
Menteri Keuangan Membekukan Akuntan Publik Justinus
Aditya Sidharta
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam
penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan
Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal
28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya
Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan
Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International
Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang
memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik)
termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang
menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun
yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan
serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak
lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor
002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari
keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal
ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan
Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003
yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang
bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya
sedang melakukan penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great
River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa
dijadikan sebagai tersangka. Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang
bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita
laporkan juga Kejaksaan, ujar Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam
menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku
2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam
penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia
menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
emiten berkode saham GRIV itu.
Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya
memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh
melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. Dia bisa dikenakan sanksi berat
untuk rekayasa itu," katanya.
Untuk menghindari sanksi pajak
Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan
Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit
laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda,
Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak
menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. "Kami mengaudit berdasarkan data
yang diberikan klien," kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order
pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi
Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat
pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan
menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu
bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya,
saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal
itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan.
Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor
Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang
US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan
pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank
Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk
membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada
rentang 2001-2003," kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great
River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut,
empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka,
termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang,
dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River
mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat
indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan
kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang
dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan
penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great
River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar
kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar.
Kasus ini bermula dengan adanya temuan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang, dan asset hingga ratusan miliar di
perusahaan PT Great River International Tbk (Great River). Akibatnya, Great
River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Menurut Bapepam-LK terdapat indikasi penipuan dalam
penyajian laporan keuangan. Pasalnya, mereka menemukan kelebihan pencatatan
atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan
tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana
hasil emisi obligasi yang tidak ada
pembuktiannya. Sehingga perusahaan tidak dapat membayar utang kepada
bank mandiri dan tidak dapat membayar obligasi kepada para investor.
Kasus ini melibatkan akuntan publik Justinus Aditya
Sidharta. Justinus dianggap telah menyalahi aturan kode etik profesi akuntan,
terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan publik
Justinus Aditya Sidharta juga dianggap telah melakukan tindakan kebohongan
publik, di mana dia tidak melaporkan kondisi keuangan Great River secara jujur.
Dalam perkembangan selanjutnya, Justinus terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang
berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun buku 2003. Oleh karena itu ikatan akuntan
Indonesia melalui Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi (BPPAP) Nomor
002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. Berdasarkan surat keputusan tersebut pada
tanggal 28 november 2006 Menteri Keuangan membekukan izin akuntan publik Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang
memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik)
termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang
menjadi pemimpin rekan atau pimpinan cabang kantor akuntan publik. Namun yang
bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta
wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti pendidikan professional berkelanjutan.
Sumber :
http://albantantie.blogspot.com/2013/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
http://jurnalmasbro.wordpress.com/2013/11/09/etika-dalam-kantor-akuntan-publik/
http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2013/12/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
http://rahmanelieser.blogspot.com/2013/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta
http://afiflegend.blogspot.co.id/2013/04/kasus-akuntan-publik-justinus-aditya.html